Thursday 20 October 2016

Penalaran Ilmiah (Scientific Reasoning) Dalam Proses Pembelajaran

Seperti yang telah dijelaskan pada postingan sebelumnya yang membahas tentang definisi penalaran bahwa kemampuan bernalar sangat diperlukan oleh siswa. Hal itu karena kemampuan tersebut dapat menentukan bagaimana seorang siswa dapat bertindak untuk memecahkan suatu masalah dan pengambilan keputusan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kemampuan bernalar ilmiah, siswa dapat mengontrol variabel, hubungan sebab-akibat, dan kemungkinan-kemungkinan lain (Cracolice & Busby, 2015, hlm. 1791). Tanpa penalaran, pengetahuan atau pengalaman yang telah didapatkan tidak akan pernah dapat diterapkan pada situasi yang baru. Sehingga harus diakui bahwa keterampilan bernalar merupakan kemampuan utama bagai manusia untuk menciptakan, belajar, dan mengeksplorasi pengetahuan (Bhat, 2014, hlm. 47). Bahkan Cracolice and Busby (2015, hlm. 1791) menyatakan bahwa penalaran ilmiah telah terbukti berhubungan dengan kemampuan untuk memecahkan masalah konseptual kimia.

Dari penjelasan tersebut, lalu bagaimana peranan penalaran ilmiah dalam memecahkan masalah? Bagaimana peranannya dalam mengeksplor pengetahuan? Bahkan bagaimana peranan penalaran dalam menemukan pengetahuan baru?

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa penalaran terbagi menjadi 3 macam, yaitu penalaran induktif, deduktif, dan abduktif (Atkinson, 2011, hlm. 91 - 92; Pierce dalam Fischer, 2001, hlm. 394). Dijelaskan dengan lengkap oleh Pierce (dalam Asvoll, hlm. 290 - 291) bahwa ketiga jenis penalaran tersebut saling berhubungan dan mendukung dalam proses pembelajaran sains, bahkan untuk membuat penemuan baru. Pertama, abduktif memainkan perannya dalam memperoleh ide baru atau hipotesis. Kedua, deduksi memainkan perannya untuk mengevaluasi hipotesis dengan melakukan penelitian atau percobaan. Dan ketiga, induktif memainkan perannya untuk membenarkan hipotesis dengan menggunakan data empiris pada proses yang melibatkan penalaran deduktif. Dengan proses ini maka dimungkinkan untuk muncul suatu pengetahuan atau teori baru.

Sebagai contoh kasus, dalam ilmu pengetahuan tentang kimia, telah diketahui tentang teori atom yang diajukan oleh J.J. Thomson. Dimana J.J. Thomson mengatakan bahwa atom itu berupa bola pejal bermuatan positif dikelilingi oleh elektron yang tersebar di dalamnya atau dapat dimisalkan seperti roti kismis. Dimana roti merupakan bagaian yang bermuatan positif dan kismis merupakan elektron. Penjelasan ini dapat digambarkan sebagai berikut.


Bentuk Atom Menurut Teori Atom J.J. Thomson

Ketika itu, teori atom dari J.J. Thomson telah diakui sebagai suatu kebenaran tentang atom. Kebenaran yang telah ada tersebut dapat disebut dengan premis dalam istilah penalaran. Peran penalaran abduktif muncul ketika Rutherford merancang suatu percobaan untuk membuktikan kebenaran teori J.J. Thomson dengan menembakan sinar alfa (bermuatan positif) ke sebuah lempengan emas tipis. Dari hasil kajiannya tentang teori atom, Rutherford berhipotesis dengan didasarkan pada teori atom J.J. Thomson, jika sinar alfa (bermuatan positif) ditembakan ke sebuah lempeng emas tipis, maka sinar alfa akan dipantulkan. Untuk menguji hipotesis tersebut, maka dilakukan percobaan dengan menembakan sinar alfa ke sebuah lempeng emas tipis. Tahap percobaan ini telah memasuki tahap penalaran deduktif. Data hasil pengamatan yang diperoleh dari hasil percobaan merupakan data empiris yang merupakan hasil dari proses penalaran deduktif. Hasil percobaan menunjukkan sebagian besar sinar alfa diteruskan, sebagian kecil dibelokkan dan bahkan ada yang dipantulkan kembali.
Rancangan Percobaan Rutherford

Data hasil pengamatan yang diperoleh oleh Rutherford kemudian dianalisis dengan didasarkan dan dibandingkan pada pengetahuan yang sudah ada. Proses ini sudah memasukin tahap penalaran induktif. Dasar penalaran induktif adalah kemampuan dalam menganalisis data hasil pengamatan atau percobaan untuk memperoleh suatu kesimpulan yang valid berdasarkan data empiris (dalam hal ini merupakan hasil dari tahap penalaran deduktif). Dari hasil analisis data percobaan, maka sampailan Rutherford pada suatu kesimpulan bahwa teori atom J.J. Thomson salah. Sehingga muncullah teori atom yang baru, yaitu teori atom Rutherford yang ditunjukkan oleh gambar di bawah ini. Sebenarnya pada proses penggambaran atom menjadi sesuatu yang lebih nyata merupakan tahapan dalam penalaran abduktif.
Bentuk Atom Menurut Teori Atom Rutherford

Proses keterlibatan kemampuan bernalar dalam perkembangan ilmu pengetahuan akan terus berlanjut. Ini seperti siklus yang tidak akan berhenti pada satu titik. Ketika teori baru muncul, akan ada hipotesis baru dari teori tersebut. Diuji kembali dan diperoleh kesimpulan kembali. Maka, hasil akhirnya hanya ada dua, yaitu teori tersebut semakin ajeg/kuat atau digantikan dengan teori yang baru.


Referensi:

Asvoll, H. (2013). Abduction, Deduction, and Induction: Can These Concepts Be Used For An
                 Understanding of Methodological Processes in Interpretative Case Studies?
                 International Journal of Qualitative Studies in Education, 27(3), hlm. 289 - 307.

Atkinson, W. W. (2011). The Art of Logical Thinking : The Laws of Reasoning. Hollister: Roger
                 L. Cole. 

Bhat, M. A. (2014). Construction And Evaluation Of Reliability And Validity Of Reasoning
                 Ability Test. International Journal of Educational Studies, 1(2), hlm. 47 – 52.

Cracoline, M. S. and Busby, B. D. (2015). Preparation for College General Chemistry: More than
                 Just a Matter of Content Knowledge Acquisition. Journal of Chemical Education, 92(11),
                 hlm. 1790–1797.

Fischer, H. R. (2001). Abductive Reasoning as A Way of  Worldmaking. Foundation of
                  Science, 2001, 6 (4), hlm. 361 – 383.
http://www.ilmukimia.org/2013/08/teori-atom-thomson.html (diakses pada tanggal 20 Oktober 2016, pukul 13.30 WIB).
http://perpustakaancyber.blogspot.co.id/2013/03/model-dan-kelemahan-teori-atom-thomson-pengertian-gambar.html (diakses pada tanggal 20 Oktober 2016, pukul 13.30 WIB).
http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2007/Vika%20Susanti/rutherford.html (diakses pada tanggal 20 Oktober 2016, pukul 13.30 WIB).
http://www.rumuskimia.net/2016/04/teori-atom-rutherford-lengkap-kelebihan-dan-kelemahannya.html (diakses pada tanggal 20 Oktober 2016, pukul 13.30 WIB).

No comments:

Post a Comment