Dari penjelasan tersebut, lalu bagaimana peranan penalaran ilmiah dalam memecahkan masalah? Bagaimana peranannya dalam mengeksplor pengetahuan? Bahkan bagaimana peranan penalaran dalam menemukan pengetahuan baru?
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa penalaran terbagi menjadi 3 macam, yaitu penalaran induktif, deduktif, dan abduktif (Atkinson, 2011, hlm. 91 - 92; Pierce dalam Fischer, 2001, hlm. 394). Dijelaskan dengan lengkap oleh Pierce (dalam Asvoll, hlm. 290 - 291) bahwa ketiga jenis penalaran tersebut saling berhubungan dan mendukung dalam proses pembelajaran sains, bahkan untuk membuat penemuan baru. Pertama, abduktif memainkan perannya dalam memperoleh ide baru atau hipotesis. Kedua, deduksi memainkan perannya untuk mengevaluasi hipotesis dengan melakukan penelitian atau percobaan. Dan ketiga, induktif memainkan perannya untuk membenarkan hipotesis dengan menggunakan data empiris pada proses yang melibatkan penalaran deduktif. Dengan proses ini maka dimungkinkan untuk muncul suatu pengetahuan atau teori baru.
Sebagai contoh kasus, dalam ilmu pengetahuan tentang kimia, telah diketahui tentang teori atom yang diajukan oleh J.J. Thomson. Dimana J.J. Thomson mengatakan bahwa atom itu berupa bola pejal bermuatan positif dikelilingi oleh elektron yang tersebar di dalamnya atau dapat dimisalkan seperti roti kismis. Dimana roti merupakan bagaian yang bermuatan positif dan kismis merupakan elektron. Penjelasan ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Bentuk Atom Menurut Teori Atom J.J. Thomson
Rancangan Percobaan Rutherford
Data hasil pengamatan yang diperoleh oleh Rutherford kemudian dianalisis dengan didasarkan dan dibandingkan pada pengetahuan yang sudah ada. Proses ini sudah memasukin tahap penalaran induktif. Dasar penalaran induktif adalah kemampuan dalam menganalisis data hasil pengamatan atau percobaan untuk memperoleh suatu kesimpulan yang valid berdasarkan data empiris (dalam hal ini merupakan hasil dari tahap penalaran deduktif). Dari hasil analisis data percobaan, maka sampailan Rutherford pada suatu kesimpulan bahwa teori atom J.J. Thomson salah. Sehingga muncullah teori atom yang baru, yaitu teori atom Rutherford yang ditunjukkan oleh gambar di bawah ini. Sebenarnya pada proses penggambaran atom menjadi sesuatu yang lebih nyata merupakan tahapan dalam penalaran abduktif.
Bentuk Atom Menurut Teori Atom Rutherford
Referensi:
Asvoll, H. (2013). Abduction, Deduction, and Induction: Can These Concepts Be Used For An
Understanding of Methodological Processes in Interpretative Case Studies?
International Journal of Qualitative Studies in Education, 27(3), hlm. 289 - 307.
Atkinson, W. W. (2011). The Art of Logical Thinking : The Laws of Reasoning. Hollister: Roger
L. Cole.
Bhat, M. A. (2014). Construction And Evaluation Of Reliability And Validity Of Reasoning
Ability Test. International Journal of Educational Studies, 1(2), hlm. 47 – 52.
Cracoline, M. S. and Busby, B. D. (2015). Preparation for College General Chemistry: More than
Just a Matter of Content Knowledge Acquisition. Journal of Chemical Education, 92(11),
hlm. 1790–1797.
Fischer, H. R. (2001). Abductive Reasoning as A Way of Worldmaking. Foundation of
Science, 2001, 6 (4), hlm. 361 – 383.
http://www.ilmukimia.org/2013/08/teori-atom-thomson.html (diakses pada tanggal 20 Oktober 2016, pukul 13.30 WIB).
http://perpustakaancyber.blogspot.co.id/2013/03/model-dan-kelemahan-teori-atom-thomson-pengertian-gambar.html (diakses pada tanggal 20 Oktober 2016, pukul 13.30 WIB).
http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2007/Vika%20Susanti/rutherford.html (diakses pada tanggal 20 Oktober 2016, pukul 13.30 WIB).
http://www.rumuskimia.net/2016/04/teori-atom-rutherford-lengkap-kelebihan-dan-kelemahannya.html (diakses pada tanggal 20 Oktober 2016, pukul 13.30 WIB).
No comments:
Post a Comment